INDRAGIRI HULU, RENGAT - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penyelidikan yang dilakukan atas kasus dugaan pemerasan dilakukan oknum jaksa terhadap 63 kepala sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) berdasarkan laporan masyarakat.
"Memang pada saat itu ada yang ngadu langsung ke KPK, adanya permintaan oleh oknum jaksa itu terdengar ke sini. Tentunya kalau ada laporan dari masyarakat kita tindaklanjuti," ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Dalam proses penyelidikan, kata dia, KPK saat ini terus mencari alat bukti.
"Sementara prosesnya masih tahap penyelidikan, masih mencari dan juga alat bukti. Kejaksaan juga sedang sama melaksanakan penyelidikan," ujar Karyoto.
Ia pun meyakini kejaksaan dapat menanganinya, meskipun tidak menutup kemungkinan KPK juga dapat mengambil alih kasus tersebut.
"Bagi kami tentunya kalau kejaksaan lebih intens dan lebih serius untuk mengambil langkah hukum, kami apresiasi, tetapi kalau mereka tidak mau dan tidak mampu ya tentunya akan kami ambil alih. Saya yakin kejaksaan akan sangat mau dan sangat mampu," ujarnya pula.
Selain itu, ia juga menyatakan KPK dapat melakukan supervisi jika nantinya kasus pemerasan tersebut ditangani oleh kejaksaan.
"Kalau nanti bisa dilaksanakan kejaksaan, berarti KPK akan lakukan supervisi, sehingga kasus ini kami yakin bisa diselesaikan dengan baik dan benar," kata Karyoto.
KPK juga telah membenarkan memintai keterangan 63 Kepala SMP tersebut di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis.
Sebelumnya, sejumlah oknum jaksa yang diduga terlibat kasus dugaan pemerasan 63 kepala SMP itu terancam hukuman berat berupa pemecatan dengan tidak hormat.
"Kami rekomendasikan hukuman disiplin tingkat berat, namun selanjutnya tindakan apa yang akan diambil masih menunggu pimpinan Kejaksaan Agung," kata Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau Raharjo Budi Kisnanto, di Pekanbaru, Selasa (4/8).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, sedikitnya lima oknum jaksa kini tengah menanti sanksi itu. Pemberian sanksi ini, lanjut Raharjo, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
Dugaan pemerasan ini tengah menuai sorotan di tengah masyarakat. Sebanyak 63 kepala sekolah mengundurkan diri massal dari jabatannya, karena mereka mengaku tertekan dalam pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Pengunduran diri itu, berawal adanya salah satu LSM membuat laporan ke Kejari Indragiri Hulu. Meski permasalahan dalam pengelolaan dana BOS sudah ditangani inspektorat, terhadap laporan itu, Korps Adhyaksa melakukan pemanggilan beberapa kepsek.
Namun, oleh oknum jaksa yang menangani laporan LSM itu, diduga memeras dengan meminta sejumlah uang kepada Kepsek. Tetapi, Raharjo mengatakan bahwa saat ini para kepala sekolah itu telah kembali bertugas. Pengunduran diri mereka ditolak oleh Dinas Pendidikan setempat.
Kejati Riau telah memberikan jaminan kepada para kepala sekolah tersebut dalam bertugas.(dow)
Post a Comment