BENGKALIS, RUPAT UTARA - Biasanya ada menarik jika berkunjung ke Pulau Bengkalis pada malam ke dua puluh tujuh Ramadan hingga malam terakhir Ramadan. Pasalnya mata orang orang yang berkunjung akan disuguhkan keindahan menara yang tingginya belasan meter berisi lampu lampu berwana kekuningan.
Dari menara tersebut akan terlihat visual miniatur bangunan. Biasanya bangunan yang diperlihatkan berupa bangunan berbentuk masjid, bahkan sebagian menara memperlihatkan visual masjidnya tiga dimensi.
Menara ini tidak hanya ada disatu titik, jumlahnya bisa puluhan menara dari ujung timur hingga barat Pulau Bengkalis. Keindahan pemadangan yang diciptakan menara lampu ini bisa dinikmati dengan mengendari sepeda motor melintasi jalan lingkar pulau Bengkalis dari ujung ke ujung.
Menara dengan ribuan lampu akan terlihat dipinggiran jalan, tepatnya disekitar pekarangan Masjid atau di tanah lapang yang ada di pinggiran jalan lingkar Pulau Bengkalis. Lampu lampu yang berbentuk bangunan di menara ini ternyata bukanlah lampu listrik.
Tetapi lampu yang terbuat dari kaleng dan botol berisikan minyak dan dibakar sumbunya dengan api untuk menyalakannya. Lampu ini terkenal dengan sebutan lampu colok oleh masyarakat Riau khususunya Bengkalis.
• Pemenang Tender Gagal Penuhi Kontrak, Disdagperin Bengkalis Batalkan Pasar Murah Reguler Tahun Ini
Lampu colok yang disusun sehingga membentuk bangunan disebuah menara kayu tinggi belasan meter sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Bengkalis saat menyambut malam ke dua puluh tujuh Ramadan. Keindahannya akan terus menyala setiap malam dari malam 27 hingga 30 Ramadan.
Tradisi ini dikenal dengan sebutan festival lampu colok yang digelar oleh masyarakat Pulau Bengkalis pada tiga malam terakhir Ramadan atau disebut dengan malam tujuh likur.
Sejak beberapa tahun terakhir festival ini begitu ramai dinikmati tidak hanya warga Bengkalis saja, tetapi masyarakat Bengkalis yang berada diperantauan juga akan pulang pada malam ke 27 Ramadan ini, untuk menyempatkan diri melihat keindahan festival lampu colok.
Dari Negeri Jiran Datang
Selain itu masyarakat dari luar daerah juga banyak yang datang untuk mengabadikan gambar berada di menara menara lampu colok.
"Bahkan dari Negeri tetangga Malaysia saja ada yang datang ke sini ingin menyaksikan festival lampu colok Bengkalis ini," ungkap Zainuddin Yusuf ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Bengkalis.
Zainuddin mengatakan, dirinya pernah bertemu langsung dengan warga Malaysia yang berkunjung untuk melihat festival lampu colok ini beberapa tahun lalu. Mereka bahkan memuji takjub dengan festival ini karena bentuk visual yang ditampilkan sangat beragam dan indah.
Menurut Zainuddin tradisi dan budaya lampu colok memang ada di daerah lain. Namun kondisinya tidak semarak dengan festival yang ada di Pulau Bengkalis yang sudah menjadi tradisi melekat dimasyarakat.
Melihat daya tarik festival lampu colok di Bengkalis semakin menarik wisatawan dan masyarakat luar, LAMR Bengkalis sangat mendukung festival ini bisa menjadi ivent provinsi Riau. Bahkan kalau memungkinkan bisa dijadikan ivent nasional.
Sebelum berbentuk menara yang memperlihatkan keindahan miniatur bangunan, lampu Colok ternyata punya sejarah sendiri dimasa lampau. Dimana lampu colok dahulunya hanya dikenal sebagai sarana penerang jalan.
Dimasa itu, lampu colok merupakan sarana penerang jalan bagi warga yang ingin membayar zakat fitrah pada malam 27 Ramadan ke rumah masyarakat penerima zakat atau disebut pak Lebai.
Dimana waktu itu infrastruktur di Bengkalis tidak seperti sekarang, jalan jalan masih berbentuk lorong diselimuti semak belukar kiri dan kanan. Dengan menggunakan lampu coloklah untuk menerangkan jalan, penghindar bahaya diperjalan saat warga membayar zakat fitrah.
"Kenapa malam dua puluh tujuh Ramadan pemasangan lampu colok dilakukan, karena pada hari itu merupakan hari penyerahan zakat fitrah kepada masyarakat atau kepada pak Lebai. Dulunya jalan tidak seperti ini, jalan hanya lorong saja kiri kanan tertutup semak, jadi lampu colok inilah sebagai penerangnya untuk menghindar dari bahaya," ceritanya
Menurut pria berumur 84 tahun ini, ketika itu lampu colok tidak terbuat dari kaleng bekas. Melainkan dari bambu atau buluh, yang saat ini lampu tersebut dengan nama obor.
"Ketika saya ingin membayar zakat fitrah ke rumah pak Lebai, obor ini saya bawa untuk penerangan. Sebagian warga yang mampu, memasang obor lebih dari 10 di perkarangan rumah masing-masing hingga membuat 27 Ramadan jadi terang," jelas Zainuddin.
Seiring waktu, perkembanga tradisi lampu colok sangat luar biasa. Dari hanya sebatas penerang jalan, saat ini berubah menjadi tradisi yang membudaya di masyarakat.
Dimana dahulunya hanya berbentuk buluh yang dipotong potong dan ditanam sepanjang jalan. Sekarang lampu colok dibuat dari kaleng bekas kemudian disusun di menara yang sudah disiapkan.
Susunan lampu colok ini tidak lagi sebatas penerang jalan namun juga memiliki visual yang menambah animo masyarakat untuk turun ke jalan menyaksikam keindahannya.
Berbagai bentuk kreasi, seperti minatur masjid, lafaz Allah, tulisan ayat suci al quran ditampilkan sebagai visual yang dibentuk di menara lampu colok setiap tujuh likur Ramadan saat ini. Tampilan menara dengan berbagai bentuk visual dihasilkan lampu colok ini menambah kemeriahan festival ini.
Festiva lampu colok juga bukan hanya sekedar budaya saja. Tetapi juga memiliki nilai nilai yang dalam dari tradisi lampu colok.
Diantaranya semangat gotong royong dan semangat kebersamaan antara pemuda dan generasi sebelumnya. "Tanpa semangat gotong royong dan kebersamaan mana bisa menara lampu colok dengan berbagai model di tegakkan dengan baik," kata dia.
Konsitensi masyarakat Bengkalis dalam melestarikan tradisi lampu colok ini sangat luar biasa. Bayangkan saja untuk membangun satu menara lampu colok membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Tapi itu semua tidak menjadi penghalang, dengan semangat gotong royong warga, semua bisa diwujudkan," terang Zainuddin.
Namun suasana berbeda tentu akan dirasakan masyarakat Bengkalis tahun ini.
Terkait Pandemi atau Kondisi Darurat
Dimana pemerintah Bengkalis secara resmi membatalkan pelaksanaan Festival Lampu Colok tingkat Kabupaten Bengkalis pada Ramadan tahun ini.
Pembatalan tersebut disampaikan Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Bengkalis selaku penyelenggara melalui Surat Edaran (SE) Nomor: 430/DISPARBUDPORA/IV/2020/88 tanggal 6 April 2020.
Pembatalan ini mengacu pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan RB) Nomor: 19 tahun 2020 tanggal 16 maret 2020 kemudian edaran Kapolri Nomor: MAK/2/III/2020 tangal 17 Maret 2020 bahwa untuk sementara waktu tidak melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang sampai dengan Masa Tanggap Darurat.
Pemuda Desa Simpang Ayam salah satunya yang merasakan dampak pembatalan festival ini. Mereka hampir setiap tahun mendapatkan juara karena bangunan menara tiga dimensi yang dibuat sangat menariknya.
Mahadansyah satu diantaranya panitia persiapan pembuatan menara colok desa ini merasa sedikit kecewa. Dirinya dan bersama Pemuda Simpang Ayam sejak sebulan terakhir sudah menyiapkan diri untuk membangun menara colok tahun ini.
Bahkan persiapan awal sudah dilakukan mereka dengan menyiapkan kayu untuk membangun menara. "Awal bulan lalu kita udah mulai persiapan bersama pemuda di sini. Kami mencari kayu untuk menegakkan menara," ceritanya.
Hingga awal puasa kayu untuk membuat menara ini dipilih terlebih dahulu dari batang kayu yang ada. Kriterianya harus lurus, sehingga memudahkan untuk merangkainya.
"Persiapan memang harus jauh jauh hari karena perlu gotong royong bersama mengerjakannnya. Paling tidak sebulan lebih untuk mempersiapkan satu menara saja," terangnya.
Kayu yang sudah terkumpul ini, dirangkai menjadi menara sejak awal puasa ini. Waktu mengerjakan menara ini biasanya dilakukan pemuda secara bergotong royong sore selepas ashar dan malam hari selepas tarawih.
"Kemarin dapat kabar tidak diadakan festival ini, kayu yang sudah kami cari ini tidak digunakan. Kami letakkan saja di sungai saja," ungkapnya.
Selain kayu, pihaknya juga sudah berencana menyiapkan desain khusus untuk miniatur masjid yang menjadi hiasan nantinya. Namun urung dikerjakan karena festival tahun ini dibatalkan pemerintah.
"Lampu colok juga sudah kita siapkan, sebagian lampu colok sisa kemarin ribuan juga yang sudah ada," terangnya.
Menurut dia, meskipun sedikit kecewa tradisi tahun ini tidak dapat berjalan, namun dirinya bersama pemuda Simpang Ayam menyadari betul kebijakan diambil pemeritah ini merupakan yang terbaik. Agar wabah yang melanda saat ini cepat berlalu dan tahun depan sudah kembali normal sehingga festival tahunan ini bisa berjalan lagi.
Hal yang sama juga diungkap Setiawan warga Desa Teluk Latak Kecamatan Bengkalis. Pihaknya berharap pemuda Bengkalis mengikuti arahan pemerintah yang tidak melaksanakan Festival Colok tahun ini.
"Pemerintah sudah buat kebijakan karena kondisi sekarang wabah ini. Jadi kami berharap pemuda desa juga tidak buat menara colok, karena kalau besok ada, pasti ramai yang datang melihat dan perkumpul sementara jelas anjuran agar kita meninta selalu menjaga jarak agar menghindari Covid 19," terangnya.
Menurut dia, agar malam tujuh likur tetap terasa sebaiknya lampu colok dibuat di rumah masing masing saja. Hias rumah dengan lampu colok di malam 27 Ramadan.
"Dengan begitukan tetap terasa juga malam tujuh likur yang biasanya kita rasakan ramai lampu colok. Saya sendiri berencana akan hias sekeliling rumah dengan lampu colok pas 27 Ramadan mendatang, kalau sempat buat disainnya berbentuk kaligrafi asmaul Husnah," tandasnya.(dow)
#beritabengkalis
Post a Comment