INDRAGIRI HILIR, TEMBILAHAN – Penumpang Pelabuhan Pelindo I Tembilahan (Pelabuhan Batam) mengeluhkan praktek percobaan pungutan liar (Pungli) dengan meminta nominal tarif kupon asuransi perjalanan Jasa Raharja tidak sesuai dengan tarif yang tertera di kupon.
Vi (26) seorang penumpang Kapal Ferry jurusan Tembilahan – Sungai Guntung menuturkan, oknum petugas pemungut asuransi tersebut langsung mematok tarif asuransi yang harus dibayarkan penumpang tidak sesuai dengan kupon.
“Jadi dia (petugas) nembak langsung minta Rp. 5 ribu untuk harga kupon. Jadi aku tanyain kok Rp. 5 ribu, bukannya berdua Rp 4 ribu. Karena satu orang tertera di kupon Rp. 2 ribu. Baru dijawabnya tidak ada uang kembalian katanya, padahal aku liat diatas mejanya itu banyak uang Rp. 2 ribuan gitu, terus temannya kasih kode ya udah kasih aja,” ujar Vi kepada Wartawan, Selasa (12/6/2018).
Vi mengaku tidak mempermasalahkan nominal uang tersebut, namun budaya Pungli itu yang sudah bobrok sehingga ditakutkan menjadi suatu kebiasaan yang dianggap benar, tentu saja hal ini sangat kontras dengan upaya pemerintah yang sedang menggiatkan anti pungli.
“Menurut aku kalau dibiarkan terus menerus nantik makin banyakkan, apalagi ternyata sudah banyak korban tapi tidak melapor atau merelakan. Meresahkan banget, ternyata banyak juga merasakan hal yang sama cuma mereka tidak mau ribut,” tukas Vi.
Bahkan menurut Vi, rekannya pernah sampai diminta membayar kupon asuransi sampai 3 kali meskipun naiknya hanya sekali. Dan lebih parahnya petugas asuransi tersebut tidak memakai seragam dan hanya bermodalkan kupon.
“Kejadiannya di pelabuhan tempat naik Speed boat kayu. Nggak masalah asuransi cuman sesuai harga,” keluhnya.
Selain praktek percobaan pungli, Vi juga mengaku resah dengan praktek jasa angkut barang (Porter) yang ada di Pelabuhan Pelindo I Tembilahan.
Menurut Vi, jasa angkut barang tersebut jatuhnya bukan pelayanan tapi pemaksaan dan pemerasan, karena ketika dia memaksa angkat barang penumpang dengan harga yang istilahnya itu tidak disepakati diawal. Kadang minta Rp. 10 ribu per barang, jadi kalau tiga barang Rp. 30 ribu.
Vi menjelaskan, modus pemaksaan dilakukan ketika kapal bersandar mereka langsung naik ke atas kapal menurunkan barang penumpang dan menaikkan ke atas. Barang itu baru mereka kasih ke penumpang ketika penumpang bayar satu barang itu Rp.5 ribu sampai 10 ribu.
“Padahal barangnya itu cuman barang kecil yang bisa kita bawak sendiri. Kita mengerti jasa porter, tapi ketika kita membutuhkan jasanya. Bukan berarti turun kapal tas kita di bawak begitu saja terus dimintai uangnya, itu namanya pemaksaan. Bukan momen mudik saja hari biasa juga sama,” keluh Vi.
Atas rentetan peristiwa tidak mengenakan yang dialaminya tersebut, Vi telah melaporkan kepada pihak – pihak terkait yang ditemuinya di pelabuhan, seperti Jasa Raharja dan Kantor Kesyahbandar Dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tembilahan.
“Mereka itu jasa resmi, cuman tindakan mereka itu sudah mengarah ke pemerasan dan pemaksaan, itu yang kita tidak setuju dsn meminta porter itu untuk ditertipkan. Silahkan jasa porter itu bagi mereka yang membutuhkan,” tukas Vi kesal.
Sementara terpisah, Plt Sub seksie (Subsie) keselamatan berlayar, penjagaan dan patroli KSOP Tembilahan, Jovana Putra mengaku belum menerima laporan terkait percobaan praktek pungli yang dialami Vi tersebut.
“Belum ada laporan. Kalau memang ada dilapangan akan kami benahi tapi belum ada laporan. Kalau ada ditemukkan seperti itu dilapangan (pungli), kami sangat mendukung untuk dilaporkan, akan kami sampaikan ke pimpinan,” ujarnya saat dikonfimasi Tribun Pekanbaru.
Namun Jova panggilan akrapnya, memastikan porter dan petugas pengumpul asuransi Jasa Raharja yang ada di Pelabuhan Pelindo I Tembilahan adalah resmi.
“Saya pastikan resmi, ada pos ponya disitu. Porter jasa pelindo resmi bisa dipertanggung jawab,” tandasnya.(dow)
source : www.harianvokal.com
Post a Comment