RIAU, PEKANBARU - Merasa tak puas dengan keputusan Bawaslu Riau, tim hukum LE-Hardianto lanjut gugat KPU Riau ke PTUN Medan.
Sebelumnya, pasangan Lukman Edy (LE)-Hardianto telah menggugat keputusan KPU Riau yang meloloskan pasangan nomor urut 1 dan 3 ke Bawaslu Riau. Pasangan nomor urut 1 dan 3 dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang menyebutkan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Namun, Bawaslu Riau tidak mengabulkan gugatan tersebut dengan alasan pasangan nomor urut 1 dan 3 bukanlah petahana, sehingga tidak perlu izin tertulis untuk melakukan mutasi dan pelantikan pejabat 6 bulan sebelum ditetapkan sebagai calon Gubernur Riau. Adnan mengatakan pihaknya sangat tidak puas dengan keputusan Bawslu Riau yang menyebutkan tidak menemukan unsur pelanggaran dalam pelantikan pejabat tersebut.
"Kami sangat tidak puas. Harusnya Bawaslu Riau lakukan sidang adjukasi, laksanakan Undang-Undang. Bukannya minta pendapat. Pendapat itu ke hakim dong. Atau kalau mau menguji pasal petahana ke MA," kata Ketua Tim Kuasa Hukum LE-Hardianto, Raja Adnan kepada Wartawan, Sabtu 31 Maret 2018.
Atas alasan tersebut, Adnan mengatakan pihaknya melanjutkan gugatan ke PTUN Medan. Dilanjutkan Adnan, secara adminitratif pihaknya telah melakukan upaya dengan menggugat penetapan pasangan nomor urut 1 dan 3 ke Bawaslu Riau. "Dan karena sudah kita lakukan upaya administratifnya, kita ajukan gugatan ke PTUN," tambah Adnan.
Atas jawaban Bawaslu Riau yang menyebutkan tidak ada larangan karena pasangan tersebut bukan petahana, Adnan mengatakan berpedoman kepada yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 570/K/TUN/PILKADA/2016 Pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Boalemo Nomor 24/Kpts/KPUKabBoalemo/Pilbup/027.436540/X/2016 Tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati menjadi peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Boalemo.
"Itu juga mengangkat pejabat 6 sebelum penetapan calon, dan dibatalkan," pungkas Adnan.
Adnan menjelaskan bahwa pasangan nomor urut 1 dan 3 terbukti beberapa kali melakukan mutasi dan pelantikan pejabat tanpa ada izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
"Pasangan nomor urut 1, yaitu Bupati Siak telah melantik beberapa kali, 5 kali melantik pejabat, yang berapa orang itu, ada eselon II, III, dan IV 6 bulan sebelum ditetapkan sebagai calon Gubernur Riau. Itu ada izin Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Nah, pada tanggal 4 Oktober, pelantikannya tidak ada izin Mendagri. Kalau memang tidak larangan pelantikan pejabat, kenapa 4 pelantikan lainnya memerlukan izin menteri? Sementara yang tanggal 4 Oktober ini tidak ada izin, padahal pelantikannya 3 bulan sebelum penetapan calon," ujar Adnan.
Dilanjutkan Adnan, untuk mutasi dan pelantikan yang dilakukan pasangan nomor urut 3 ketika masih menjabat sebagai Walikota Pekabaru bahkan tidak ada izin Mendagri sama sekali.
"Mereka bilang telah ada rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Undang-Undang tidak mengatur yang demikian. Yang diatur adalah harus ada izin Mendagri. Pasangan nomor urut 3 tidak ada 1 pun izin Mendagri ketika melakukan mutasi," paparnya.
Sidang gugatan di PTUN Medan ini telah berlangsung sebanyak 2 kali, yaitu pada tanggal 27 dan 29 Maret 2018 lalu. Senin, 2 April 2018 mendatang, akan ada sidang lanjutan yang dihadiri Bawaslu Riau denga agenda pembuktian.(dow)
Post a Comment