RIAU, PEKANBARU - Ketua DPRD Riau, Septina Primawati meminta Dispar Riau serius dalam mengembangkan wisata halal di Riau.
Dikatakan Septina, Dinas Pariwisata (Dispar) Riau harus melakukan komunikasi dengan semua pihak untuk mewujudkan konsep wisata halal di Riau.
"Dispar harus menjalankan programnya untuk mencapai wisata halal itu. Mereka harus menemui semua pihak, seperti tokoh masyarakat ataupun tokoh adat, bahwa akan ada konsep wisata halal di Riau. Ketika itu mendapatkan dukungan yang positif, jalankan," ujar Septina kepada Wartawan Kamis 15 Maret 2018.
Ketua DPRD Riau, Septina Primawati |
Sebelumnya, Riau telah lama mencanangkan konsep wisata halal di Riau. "Wisata halal itu banyak dulu orang menyebutnya wisata syariah, atau wisata religi. Tapi ternyata ada kesepakatan Indonesia, bahkan dunia menyebutnya halal tourism. Kenapa itu yang dikenal karena lebih dikenal dan lebih bisa diterima oleh semua kalangan," kata Kepala Dinas Pariwisata Riau, Fahmizal Usman kepada Wartawan, Kamis 15 Maret 2018.
Fahmizal Usman mengakui memang untuk persiapan wisata halal di suatu daerah cukup kompleks. Di Indonesia, Kemenpar memberikan satu contoh wisata halal yang baik adalah NTB. Dan perlu diketahui, kata dia, wisata halal tidak hanya sebatas kuliner semata.
Dia menyebut, pemerintah mengambil keputusan untuk sertifikas halal tidak lagi ditangani oleh LPPOM MUI tapi diambil alih oleh pemerintah langsung. Untuk masalah ini, pemerintah tengah menyusun perangkat-perangkatnya.
"Untuk sektor makanan misalnya, bukan hanya dilihat dari pengajiannya saja. Tapi juga dilihat dari bahan baku, kemudian kualitas higienisnya, penyimpananya, proses masalnya, semua itu harus tersertifikasi halal. Barulah selanjutnya dilihat produk yang sudah jadi. Di Pekanbaru sudah ada yang seperti itu yakni catering pesawat di Jalan Parit Indah. Prosesnya mereka sudah sertifikasi halal semua," sambungnya.
Kemudian cerita dari akomodasi, lanjut Fahmizal Usman, tempat yang diberikan kepada wisatawan harus sangat bersahabat dengan muslim. Misalnya, tersedia tempat salat, tempat wudu gampang, akses dari tempat wudu ke tempat salat mendukung. Standarnya seperti itu.
"Kalau kamar hotel sendiri misalnya, fasilitas di toilet harus mendukung semuanya. Kadang ada juga kamar hotel mahal tapi di toiletnya hanya disediakan tisu doang. Kemudahan krannya bukan hanya shower, tapi ada kran yang bisa dipakai untuk ambil wudu. Di kamar hotel sendiri ada petunjuk kiblat, dan disediakan quran dan sejadah. Itulah lebih kurang standar halal untuk hotel," sambungnya.
Selanjutnya, kata Fahmizal Usman, berkembang lagi pada paket wisata halal yang ditawarkan. Misalnya Masjid Raya An-Nur menyediakan paket pengajian dan itu terjadwal. Kemudian kawasan masjdinya mendukung untuk dikunjungi sebagai objek wisata halal.
"Itulah kriteria-kiriterianya. Singkat katanya, harus bersahabat untuk muslim. Kemanapun orang muslim pergi tak ada persoalan. Contoh yang tidak bersahabat untuk muslim itu kan Bali. Makan susah, dan cari tempat salat juga susah," ujarnya.
Dia berkata, wisata halal untuk saat ini memang sudah fokus menjadi perhatian internasional. Thailand saja sebagai negara non muslim memegang standar salah satu wisata halal terbaik dunia.
"Kita enggak usah bicara Arab Saudi. Itu sudah atuknya wisata halal. Sekarang Singapura yang mau pegang itu. Halal turism expo terbesar di dunia punya Dumai itu mau dibeli Singapura. Begitulah dunia sudah melihat tren halal ini," kata Fahmizal. (dow)
Post a Comment