BERITA RIAU, PELALAWAN - Mantan bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar memberikan kesaksian terhadap sidang lanjutan gugatan terpidana kasus Bhakti Praja yang menggugat perdata Pemkab Pelalawan senilai Rp207 milyar di Pengadilan Negeri Pelalawan, Senin (28/9/15). Sesuai dengan keterangan saksi Azmun, terungkap bahwa pembayaran lahan bhakti praja di tahun 2007, 2008, 2009 dan 2011 itu untuk pembayaran di lahan yang berbeda.
Hal ini terungkap dalam sidang di PN Pelalawan yang disampaikan oleh saksi Tengku Azmun terkait gugatan dua dari lima terpidana kasus korupsi pengadaan lahan Bhakti Praja, yakni Syarizal Hamid dan Al-Azmi yang mengajukan gugatan ke Pemkab Pelalawan sebesar 207 Milyar.
Menurut kuasa hukum terpidana, Asep Ruhiat, S.ag, SH, MH dan Artion, SH mengatakan jika ada yang mempersepsikan bahwa pembayaran itu di lahan yang sama maka itu salah.
"Tadi dari keterangan saksi kan sudah jelas, bahwa Pemkab membeli lahan Bhakti Praja itu hanya 20 hektare saja, bukan 110 hektare. Jadi kalau ada yang mempersepsikan pembayaran ganti rugi itu di lahan yang sama, itu salah. Tapi justru inilah asumsi yang terjadi di masyarakat," beber Asep usai persidangan.
Asep menjelaskan bahwa pemda itu hanya memiliki aset 20 hektar lahan yang dibeli seharga Rp 500 juta pada tahun 2002. Sedangkan selebihnya sekitar 90 hektar, milik para penggugat. Itu fakta yang tak bisa terbantahkan. Tapi kenyataannya pemda justru membangun kantor melebihi areal 20 ha bahkan mengklaim sebagai aset.
"Apalagi di tahun 2002 itu, Pemkab Pelalawan mendapatkan predikat WTP untuk masalah keuangan. Artinya, tak ada pembayaran lahan yang berulangkali itu namun yang ada adalah pembayaran untuk lahan yang berbeda. Dan tanah 20 ha yang diklaim sebagai aset pemda itu, delatan tahun kemudian nilainya menjadi Rp 25 Milyar," ujarnya.
Dalam persidangan itu, Majelis Hakim menanyakan juga pada pihak penggugat apakah akan menghadirkan saksi lainnya. Kuasa hukum penggugat menyatakan bahwa sebenarnya ada saksi lain yang akan dihadirkan namun karena sulitnya izin dari Lapas maka saksi tak bisa dihadirkan. Apalagi pada sidang sebelumnya, sehari sebelum Iedul Adha kemarin (24/9), saksi Lahmudin yang merupakan Kabag Keuangan pada periode itu, sudah hadir namun sidang dibatalkan karena tak hadirnya pihak tergugat.
Karena hal tersebut, Majelis Hakim kemudian memutuskan untuk melanjutkan sidang pada hari Rabu mendatang (7/10) dengan agenda yakni memberikan kesempatan terakhir bagi pihak penggugat dan tergugat untuk mengajukan saksi. Kuasa hukum penggugat, Asep, mengatakan bahwa pihaknya akan menghadirkan saksi Lahmudin.
"Nanti pada sidang berikutnya akan kita hadirkan saksi Lahmudin yang menjabat sebagai Kabag Keuangan pada saat itu. Kita harapkan dari saksi Lahmudin akan semakin jelas aliran uang yang menjadi pokok persoalan lahan Bhakti Praja ini," katanya.
Sebelumnya diberitakan media ini bahwa Pemkab Pelalawan digugat oleh dua dari lima terpidana kasus korupsi pengadaan lahan Bhakti Praja, yakni Syarizal Hamid dan Al-Azmi, dalam kasus perdata. Tak tanggung-tanggung, Pemkab Pelalawan digugat harus membayar kerugian hingga ratusan miliar terkait kepemilikan lahan perkantoran Bhakti Praja Pelalawan.
Dalam gugatannya, para pengugat meminta Pemda Pelalawan membayar seluruh kerugian yang dialami hingga Rp 207 Miliar. Sebab lahan perkantoran Bhakti Praja yang saat ini diklaim Pemda sebagai asetnya, sebagian masih milik para pengugat. Termasuk kawasan Islamic Centre, Mesjid Ulul Azmi, dan memanjang hingga ke lahan kosong disebelah kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pelalawan. Karena lahan tersebut tidak termasuk dalam areal milik pemda yang hanya 20 hektar dari 110 hektar keseluruhan lahan.
Selain mengugat pemda, tergugat juga menggugat BPN Pelalawan yang mengetahui seluk beluk lahan Bhakti Praja. Ada 37 poin penting yang menjadi dasar gugatan perdata kepada Pemkab Pelalawan. Diantaranya yakni penggugat memiliki sebidang tanah berdasarkan sertifikat hak milik yang dikeluarkan BPN tangal 9 November 2004 seluas 279.295 Meter yang terletak di desa Kelurahan Kerinci Barat. Lahan itu dibeli dari David Candra, sebagai pemilik awal lahan Bhakti Praja seluas 110 ha.
Berdasarkan jual beli dengan David Candra, sebagai penjual pada tahun 2002 seluas 110 hektar dengan harga Rp 2,75 M. Namun Pemkab Pelalawan tidak sanggup membeli secara keseluruhan karena keterbatasan anggaran pembelian tahun 2002 hanya Rp 500 juta untuk 20 ha.
Selanjutnya, Syarizal Hamid mencarikan masyarakat lain yang ikut, yang kemudian patungan membeli tanah ini. Rincianya, tanah seluas 110 hektar ini, penggugat secara patungan mengeluarkan dana sebesar Rp 750 juta dari masyarakat atas nama, Lukiman Lukman, Rp 1,5 milyar dan tergugat Rp 500 juta.
"Jadi selama ini banyak orang keliru melihat kasus Bhakti Praja. Tak ada pembayaran berulang-ulang. Semua sesuai prosedur. Dan nanti, saksi Lahmudin yang mengetahui persis soal ini akan kita hadirkan dalam sidang selanjutnya," tutup kuasa hukum penggugat.(dow/rtm)
Post a Comment