RiauCitizen.com, Ekonomi - Menurut laporan dari Phocuswright, industri travel dan pariwisata di Asia sangatlah besar, bahkan melampaui Eropa. Kawasan tersebut kini menjadi pasar wisata regional terbesar di dunia.
Pada tahun 2013 saja, pasar travel dan pariwisata Asia-Pasifik berkontribusi sebesar USD 2 triliun (atau sekitar Rp 24,3 kuadriliun) terhadap GDP di kawasan tersebut. Nilai industri ini diperkirakan akan meningkat hingga USD 3,69 triliun (atau sekitar Rp 45 kuadriliun) pada tahun 2024.
Melihat angka yang menggiurkan tersebut, tak heran jika banyak startup bermunculan untuk ikut mengambil peluang. Salah satunya adalah startup asal Indonesia, Pikavia, yang merupakan marketplace untuk paket travel dan wisata di Indonesia.
Pikavia mirip dengan Triip.me di Vietnam dan BeMyGuest di Singapura. Ketiga website tersebut sama-sama meng-crowdsource paket wisata dari pengguna di seluruh dunia. Bedanya, Pikavia tidak mengambil komisi apapun dari setiap paket wisata yang dijual di website-nya.
Untuk menghasilkan uang, Pikavia menerapkan sistem freemium bagi para agen travel. Para agen bisa meng-upgrade akun mereka menjadi versi pro yang memungkinkan mereka mengakses alat analisis Pikavia. Dengan fitur ini, agen dapat melihat berbagai data seperti demografi pengunjung Pikavia dan keyword populer.
Para agen juga dapat membeli PikaPoints, yang kemudian dapat dikonversi untuk membeli fitur premium seperti mempromosikan paket wisata di homepage atau membuat paket wisata menjadi lebih menonjol dengan badge.
Solusi untuk wisatawan yang sensitif terhadap harga
Diluncurkan pada bulan Oktober, Pikavia saat ini memiliki 386 paket tour domestik dan internasional dari 227 agen tur. CEO Pikavia, Andika Prasetya, memulai bisnisnya sebagai agen tur pada awal 2014 dan mengalami kesulitan untuk membawa bisnisnya ke online.
"Tidak ada produk di luar sana yang bisa memenuhi berbagai kebutuhan agen tur, sementara kompetisi agen tur semakin tinggi dari tahun ke tahun. Jadi kami memutuskan untuk pivot. Kami memutuskan membuat Pikavia untuk mengumpulkan semua agen tur tersebut dan membantu membawa bisnis mereka ke online guna menjangkau pasar global dan untuk membantu wisatawan menemukan paket tur yang tepat dengan mudah," jelasnya.
Ketika ditanya bagaimana startup ini akan bersaing dengan marketplace wisata lainnya yang lebih mapan, Andika mengatakan bahwa perbedaan harga yang diterapkan Pikavia mungkin bisa menjadi salah satu kunci untuk memenangkan pasar ini.
"Kami tidak mengambil komisi dari penjualan, sehingga kami bisa memberikan harga yang lebih rendah bagi wisatawan. Ini seperti kami mengambil komisi dari agen tur [layaknya marketplace lain], tapi kami memberikannya kepada wisatawan," lanjutnya.
Tim Pikavia berencana untuk meluncurkan fitur baru seperti verifikasi agen tur dan sistem kepercayaan. Saat ini, tim Pikavia berjumlah tujuh orang, dengan Wempy Dyocta Koto dari Systec Group sebagai chairman.
TripVisto dan Valadoo bisa dianggap sebagai pesaing Pikavia karena keduanya juga menawarkan paket wisata. Namun, tidak banyak startup website travel di tanah air yang menyediakan paket wisata yang di-crowdsource dari penggunanya.
Artikel ini pertama kali muncul di Tech in Asia Indonesia.
Post a Comment