SIAK, MEMPURA - Angka perceraian di Kabupaten Siak mencapai 706 kasus. Sebanyak 27 kasus di antaranya berasal dari kalangan ASN. Panitera Pengadilan Agama Siak, Fahryarozi mengatakan, kasus perceraian terbesar karena dipicu faktor ekonomi.
Tidak hanya itu, bencana non alam pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, ternyata juga memicu perceraian suami istri.
Menurut Fahryarozi, data di atas merupakan tambahan 61 perkara tahun 2019 yang diselesaikan tahun ini. Dari seluruh perkara yang sudah diputuskan pisah 86,78 persen atau 614 perkara.
"Sisanya masih proses," katanya
Rozi menjelaskan, 27 ASN yang bercerai itu alasannya karena perselisihan antara suami istri di dalam mengayuh biduk rumah tangga.
"Kebanyakan perkara ini adalah cerai gugat, istri yang menggugat suami ke pengadilan. Alasannya ketidakcocokan lagi dan sering berselisih paham di rumah," kata dia.
Anehnya, meski dari kalangan ASN, faktor ekonomi juga menjadi penyebab perceraian itu. Sebanyak 13 perceraian, penyebabnya yang paling dominan di Kabupaten Siak yakni alasan perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus. Persentadenya mencapai 78,50 persen.
"Faktor kedua meninggalkan salah satu pihak sebesar 16,20 persen dan alasan ekonomi 3,55 persen," katanya.
Sejak Juni 2020 di Pengadilan Agama Siak setidaknya ada 50-70 perkara yang masuk setiap bulannya. Semuanya untuk melakukan proses perceraiannya. Angka itu lebih tinggi di saat awal-awal masa pandemi Covid-19 yakni Maret-Mei 2020. Sementara pada Maret-Mei 2020 sedikitnya ada 10-20 perkara setiap. Angka ini sebenarnya termasuk tinggi berdasarkan perbandingan rasio dengan jumlah KK di kabupaten Siak.
"Kami selalu berupaya agar kedua belah pihak berdamai. Upaya mediasi selalu di kedepankan. Dari banyak perkara yang masuk ada juga yang berhasil damai," kata dia.(dow)
Post a Comment