RIAU, PEKANBARU - Upaya pengalihan penahanan yang diajukan tiga dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad, yang terjerat perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) belum dapat dikabulkan hakim.
Ketiga dokter yang saat ini masih ditahan di Rutan Sialang Bungkuk, tampaknya belum dapat pengalihan status menjadi tahanan kota atau tahanan rumah.
Hanya saja, pada persidangan lanjutan di pengadilan tipikor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (9/1/19) sore, Majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu SH MH, hanya memberi izin berobat kepada terdakwa Yuni Efrianti, Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) selaku kontraktor.
"Pengalihan penahanan yang saudara terdakwa ajukan, kami majelis hakim masih mempertimbangkan, dan untuk ketiga dokter masih tetap kita lakukan penahanan," jelas Saut.
Sebelum menyampaikan pertimbangan kepada dokter, Majelis hakim juga belum dapat mengabulkan pengajuan yang diajukan terdakwa Yuni. Hanya saja terdakwa Yuni diberi izin berobat atas sakit kanker yang dideritanya.
Usai majelis hakim menyampaikan pertimbangannya belum dikabulkannya pengalihan penahanan ketiga dokter tersebut. Tampak pihak keluarga dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas, drg Masrizal, didampingi puluhan dokter yang mengikuti jalannya persidangan, saling bertangisan mengingat ketiga dokter masih meringkuk dalam sel tahanan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Oka Regina SH, Nuraini SH dan Amin SH, mendakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas, drg Masrizal, serta dua rekanan, Yuni Efrianti, Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) serta Muklis, staff CV PMR atas perkara korupsi pengadaan alat krsehatan (Alkes) yang merugikan negara sebesar Rp 420 juta.
Dimana tahun 2012 dan 2013, RSUD Arifin Achmad mendapat pagu anggaran sebesar Rp5 miliar untuk pengadaan lakes. Dalam prosesnya, disinyalir tidak sesuai prosedur.
Dimana pihak rumah sakit menggunakan nama rekanan CV PMR untuk pengadaan alat bedah senilai Rp1,5 miliar. Namun dalam prosesnya, justru pihak dokterlah yang membeli langsung alat-alat tersebut kepada distributor melalui PT Orion Tama, PT Pro-Health dan PT Atra Widya Agung.
Nama CV PMR diketahui hanya digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan.
Hasil audit BPKP Riau, tindakan kelima terdakwa telah menyebabkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp 420.205.222.
Atas perbuatannya kelima terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(dow)
source : berita pekanbaru
Post a Comment