KUANSING, TELUK KUANTAN - Arlimus, mantan anggota DPRD Kuantan Singingi dinyatakan Majelis Jakim Tipikor Pengadilan Negeri Pekanbaru bersalah. Ia pun divonis hukuman 6 tahun penjara dalam pekara menyelewengkan dana pengurusan sertifikat sebesar Rp 1,2 miliar. Arlimus, mantan Ketua Koperasi Siampo Pelangi Cerenti, Kuantan Singingi, dan juga mantan anggota DPRD Kuansing. Dijatuhi hukuman pidana penjara selama 6 tahun denda 200 juta atau subsider 4 bulan.
Selain itu, dalam amar putusan majelis hakim tipikor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang diketuai Toni Irfan dalam sidang, pada Selasa (3/4/18) siang. Arlimus juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp1.2 miliar atau subsider selama 2 tahun kurungan penjara.
Dalam perkara ini, majelis hakim juga menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2, juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,
Atas putusan ini, baik terdakwa maupun jaksa menyatakan pikir pikir.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umun (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing, Jhon Leonardo Hutagalung, SH, menuntut terdakwa dengan pidana penjaraselama 6 tahun 10 bulan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan. Selain itu terdakwa juga diwajibkan membayar kerugian negar sebesar Rp 900 juta. Jika tidak dikembalikan maka harta bendanya disita atau daat diganti (subsider) selama 3 tahun 5 bulan pemjara.
Seperti diketahui, Arlimus didakwa telah melakukan penyelewengan dana pengurusan sertifikat lahan perkebunan sawit yang bermitra dengan PTPN V. Dimana perbuatan terdakwa itu terjadi pada tahun 2010. Saat terdakwa menjabat sebagai Ketua Koperasi Siampo Pelangi Cerenti, Kuantan Singingi, dan juga tercatat sebagai anggota DPRD Kuansing.
Bermula, pada Jamuari tahun 2004, masyarakat Desa Pesikaian, Kecamatan Cerenti. Menyetujui jika tanah ulayat seluas 4000 Hektare (Ha) dijadikan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan (plasma) dengan PT PN V Pekanbaru
Atas disetujui perkebunan plasma tersebut, pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V Pekanbaru mengucurkan dana kepada pihak Koperasi Siampo Pelangi sebesar Rp 1,2 miliar untuk pengurusan sertifikat kebun.
Terdakwa bersama Khairul Saleh (DPO) melakukan pengurusan penerbitan sertifikat pada tanah ulayat tersebut. Namun, sekitar 200 persil lahan yang akan diurus tersebut masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), sehingga tak bisa dikeluarkan sertifikatnya.
Mengingat tidak bisanya pengurusan setifikat, terdakwa seharusnya mengembalikan uang Rp 1,2 tersebut ke negara melalui PTPN V Pekanbaru. Tapi, mereka malah menggunakan untuk kepentingan pribadinya.(dow)
source : www.riauterkini.com
Post a Comment