BENGKALIS, DURI - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bengkalis membantah telah terkesan menelantarkan salah seorang pasien saat akan melahirkan pada Ahad (28/1/18) lalu. Pihak rumah sakit menegaskan, sudah melaksanakan pelayanan kepada pasien sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SOP) yang telah ditetapkan.
Demikian ditegaskan Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUD Bengkalis Rita Puspa didampingi dokter spesialis penanggungjawab sekaligus Ketua Komite Medik dr. Riskhan, Kepala Bidang Pelayanan Imam Subchi, kepada sejumlah awak media ketika gelar jumpa pers di RSUD Bengkalis , Jalan Kelapapati Darat, Kecamatan Bengkalis, Rabu (31/1/18) petang.
Terkait dengan pemberitaan diterbitkan di www.riauterkini.com edisi Rabu, 31 Januari 2018 pukul 10:02 Judul “Merasa Ditelantarkan, Keluarga Pasien Ini Keluhkan Layanan RSUD Bengkalis”, pada prinsipnya pihak RSUD Bengkalis mendukung koreksi dan hal itu bagus, akan tetapi menurut Rita belum berimbang dan rumah sakit juga sudah berbicara dengan keluarga pasien.
Rita Puspa secara gamblang membeberkan kronologi menurut versi RSUD Bengkalis terkait pelayan kepada pasien yang akan melahirkan di rumah sakit tersebut. Pasien ini merupakan rujukan dari bidan Yuliana, pasien sudah dirawat di rumah bidan Yuliana padahal menurut bidan belum perlu karena belum bisa melahirkan cepat artinya kalau mau jalan-jalan masih bisa, karena kekhawatiran keluarga, pasien menginap di rumah bidan dua hari.
Karena tidak ada kemajuan oleh bidan Yuliana disuruh untuk pulang dan bukaannya masih satu. Ternyata, Ahad (28/1/18) malam sekitar 23.30 WIB pasien datang ke Ponek di IGD RSUD Bengkalis dirujuk oleh bidan Yuliana karena pasien tersebut tidak sesuai dengan patograf dan harus dirujuk bidan.
Di Ponek, pasien ditangani oleh bidan dan dokter umum, berkonsultasi dengan dokter spesialis penanggungajawab, dr. Riskhan yang juga Ketua Komite Medik RSUD Bengkalis . Karena pembukaannya tidak maju antara pembukaan 4 dan 5 (ilmu kebidanan), oleh dr. Riskhan disarankan agar pasien diberikan peransang untuk mempercepat kemajuan jalan lahirnya. Namun, pasien menolak dan menandatangani pernyataan sebagai bukti dari pihak rumah sakit.
Nah, setelah itu sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan dokter spesialis, kalau pasien menolak untuk diransang akan ditunggu untuk observasi sampai pagi untuk melihat kemajuan persalinannya.
Selanjutnya, pasien masuk sekitar 00.30 WIB, disambut oleh Bidan Ita dan Komar, setelah itu melakukan pemeriksaan ulang seperti tensi dan infus tetap terpasang. Kemudian perawat ke ruang istirahat dengan catatan menyampaikan kepada keluarga pasien, apabila terjadi sesuatu bisa memanggil perawat. Pada pukul 02.00 WIB, keluarga memanggil perawat dengan mengatakan pasiennya sakit dan meminta untuk diperiksa. Dan bidan mengatakan, memeriksa bagian dalam tidak dibenarkan dilakukan sering-sering, harus ada tenggang waktu, dan bidan menyarankan agar pasien untuk miring ke kiri untuk mempercepat proses persalinan.
Kemudian sekitar jam 03.00 WIB keluarga pasien kembali memanggil, Bidan Komar dan memeriksa pasien bukaannya lima, karena melihat pasien agak lemas, bidan meminta ke pasien agar lebih semangat, dan disarankan makan minum untuk lebih semangat.
Tiba-tiba sekitar pukul 03.10 WIB pasien mengalami kejang, kemudian perawat memanggil dokter IGD Rendi untuk memeriksa kondisi pasien dan waktu itu kondisi keluarga pasien sangat panik, situasi ramai security kemudian dokter Rendi juga sempat dihalang-halangi jalannya. Kemudian, petugas menghubungi dr. Riskhan dan sekitar pukul 03.30 WIB tiba di RSUD Bengkalis dan akhirnya diputuskanlah pasien yang akan bersalin ini dioperasi.
“Dan yang paling pelik adalah permintaan keluarga seolah-olah rumah sakit harus menjamin pasien selamat. Kami ni bukan tuhan, secanggih apapun alat, kalau Allah SWT berkehendak lain, tetapi kami akan berbuat sesuatu sesuai dengan SOP, itu yang paling penting kami sampaikan,” ungkapnya.
“Dimana unsur ditelantarkan itu yang menjadi pemikiran kami, karena definisi telantar itu kalau pasien tidak diapa-apakan, atau infus tidak dipasang. Kami bertugas sesuai dengan SOP,” katannya lagi.
“Sekali lagi kami sampaikan hal tersebut adalah versi rumah sakit, kami tidak membela diri. Dan jujur saja, sampai Selasa (30/1/18) siang kemarin, sudah tidak ada masalah dan selesai. Kalau sudah selamat ibu dan bayinya menurut kita sudah selesai, sampai tadi pagi pun kita anggap tidak ada masalah. Saya tahu masalahnya ketika ada informasi masuk, dan saya kaget sekali padahal kita sudah selesaikan dengan baik dan sudah berma’afan dengan keluarga pasien. kami juga minta maaf kalau ada pelayanan kurang memuaskan. Kalau ada keluhan tentang pelayanan sampaikan, kalau ada protes juga sampaikan ke kami. Yang jelas kami sudah melakukan pelayanan sesuai dengan SOP. Kami berharap, seluruh pihak bersama-sama mendukung untuk meningkatkan kualitas pelayanan RSUD Bengkalis ini,” pintanya.
Sementara itu dokter spesialis penanggungjawab sekaligus Ketua Komite Medik dr. Riskhan menambahkan, seperti pada kasus pasien yang akan melahirkan tersebut dengan riwayat persalinan yang macet, artinya sudah dibantu diklinis luar dan dirujuk ke rumah sakit. Pihaknya mempunyai SOP dalam menangani pasien. Tenaga medis memiliki keahlian, karena dibekali dengan sejumlah kursus dengan cara penanganan yang sudah memadai kecuali operasi.
Pasien ini dengan status persalinan tidak maju dengan bukaan sekitar 4-5 cm ditunggu sampai 10 cm atau sudah lengkap. Bukaan itu perlu waktu, range satu bukaan ke bukaan berikutnya antara satu jam atau dua jam. Diantara waktu itu pasti sakit, ibu hamil pasti akan merasakan karena rahim mendorong ke bawah dengan melebarkan pintu dan melemaskan otot.
“Jadi ini perlu dipahami keluarga pasien, jadi kami bukan menelantarkan pasien yang kesakitan. Tentu tidak, kesakitan itu memang sudah alamiah ibu yang akan melahirkan. Jadi dipemberitaan ditulis, dokter spesialis tidak kunjung datang pada saat pasien ini tiba di rumah sakit, kita ada SOP sendiri. Kita spesialis diperintah dirujuk jika ada masalah, sedangkan penangan awal bisa di lakukan oleh bidan-bidan yang ada di rumah sakit. Bidan mahir sekali, kecuali operasi,” paparnya.
Jadi pasien ini datang dengan bukaan 4-5 cm, status persalinan baik saat itu, tetapi karena ini ‘macet’ akan dipercepat dengan cara induksi atau meransang kontraksi rahim lebih baik lagi menuju pembukaan selanjutnya. Tetapi ada penolakan dari keluarga, dan akan dilakukan evaluasi besok paginya. Pasien datang pukul 11.30 WIB, diharapkan pukul 07.00 WIB pagi bukaannya sudah lengkap karena rentangnya sudah 6 jam.
“Kalau pagi tidak ada kemajuan, baru ada tindakan operasi. Namun pada pukul 03.00 WIB pasien dilaporkan mengalami kejang-kejang, dan itu membuat benar-benar saya kaget. Kenapa pasien dengan kondisi yang baik masuknya, kok tiba-tiba tegang. Asumsi saya apakah pasien ini ada riwayat epilepsi? Yang terjadi pada saat persalinan pada saat dicek tensi cukup tinggi 178 dan saya anggap situasi tersebut wajar maksudnya omset yang tidak diketahui sama sekali muncul pada saat itu juga,” terangnya.
Sambungnya, bisa memacu kejang sekitar 1 banding 100 pasien dan kejang itu tidak dapat sama sekali diprediksi. Kami saja untuk di kebidanan untuk mengantisipasinya setiap tahun dibahas untuk mencari cara, bagaimana memberikan terapi terbaik untuk pasien tersebut.
“Tetapi pasien ini kita tidak tahu sama sekali, apalagi pasien tidak membawa aba-aba atau dengan kondisi tensi yang masih stabil dan ini timbul pada saat perawatan kita. Pada saat itu saya datang dan keluarga pasien panik dan ini sama sekali tidak kita kehendaki, kami dokter pun tidak kehendaki pasien kejang, dan apabila mengalami hal ini penanganannya luar biasa. Pasien seperti ini pasti tidak di ruang biasa tetapi di ruang ICU, karena berat penanganannya,” jelasnya.
Melihat keluarga panik dan emosional saya sempat dihalangi oleh Satpam, namun saya langsung ke ruangan menangani langsung pasien tersebut. “Seyogyanya kalau mengalami seperti itu, saya keberatan jika penanganan yang saya berikan dan tidak ada hasil memuaskan kemudian menyalahkan saya. Saya berhak untuk menolak, kalau misalnya saya sudah berbuat terbaik tetapi hasilnya tidak memuaskan keluarga. Memang ada kode etik saya, dan saya terancam bekerja dan tidak fokus, saya berhak untuk menolak karena saya bisa menangani,” akunya.
“Dan Alhamdulillah berakhir dengan baik, operasinya lancar komplikasi tidak ditemukan dan hari ini ibunya sudah diizinkan pulang. Untuk sifat pelantaran ini tidak ada pak, mungkin secara fisik saya tidak disini tetapi anjuran sudah sampai ke pasiennya. Dengan bantuan tangan saya dan dokter umum yang ada itu sudah seperti saya, jadi kalau ada kata ditelantarkan itu, saya merasa sakit pak, sakit sekali. Sudah saya tolong sepenuh hati tapi ditulis yang macam-macam, saya pun nggak ngomong keras atau kasar dengan keluarga. Prosedur penanganan sudah saya jalankan,” tandasnya.(fin)
Post a Comment