KEP MERANTI, PULAU PADANG - Sepanjang Bulan Febuari hingga April tahun ini Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) masih menjadi ancaman di Sumatera, Khususnya Riau yang memiliki 4,04 Juta Hektare Gambut dengan kondisi yang sudah terdegradasi. Bulan Maret 2016 lebih kurang 900an titik panas terdeteksi yang dominan di gambut.
Hal ini terjadi karena mayoritas dari wilayah pesisir yang rentan terjadi Karhutla Seperti Siak, Kepulauan Meranti dan Pelalawan serta Dumai merupakan kawasan gambut dalam. Kerusakan gambut menjadi pemicu utama dari Karhutla, drainase atau kanal besar di kawasan gambut yang dibuat oleh perusahaan baik sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan pemicu dari kerusakan dan keringnya gambut. Bulan Maret 2016 saja lebih kurang 900an titik panas terdeteksi yang dominan di gambut.
Apa lagi gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter dan berada di pulau kecil seperti Pulau Rupat di Bengkalis, Pulau Padang dan Pulau Rangsang di Kepulauan Meranti. Sumarjan, Kordinator JMGR Kecamatan Merbau menyebabkan dibeberapa titik kebakaran terjadi di dalam areal konsesi, diantaranya adalah areal konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP-APRIL GROUP) di Pulau Padang, tepatnya di antara Desa Bagan Melibur dan Desa Lukit. Berdasarkan pantauan lapangan Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) wilayah terjadinya Karhutla adalah wilayah yang hingga kini masih menjadi konflik antara masyarakat dan PT. RAPP.
“Konflik berawal karena ketidak patuhan PT. RAPP dalam menjalankan izin IUPHHK-HTI No. 180/Menhut-II/2013 yang diterbitkan oleh Mentri Kehutanan, di SK tersebut Desa Bagan Melibur dikeluarkan tapi faktanya masih kerja di Desa Bagan Melibur,” katanya.
Selain itu Karhutla juga terjadi di Desa Mekar Sari hingga merembet hingga Desa Sungai Anak Kamal yang terindikasi juga masuk ke Areal konsesi PT. RAPP. Dampak pengeringan gambut dan air di desa-desa Pulau Padang sangat terasa sekarang, kami khawatir jika tidak ada penanggulangan maka setiap tahun akan terjadi kebakaran seperti ini terus. “Selain tentang lingkungan masalah social seperti konflik juga harus jadi perhatian pemerintah dan perusahaan” lanjut Sumarjan.
Sementara itu, H. Sarpani, tokoh masyarakat Desa Bagan Melibur menyampaikan,”sangat berharap adanya penanganan serius terkait masalah kebakaran, masyarakat kondisinya saat ini sangat sulit. Mau bertani susah tidak boleh membakar kemudian konflik dengan RAPP juga tidak selesai-selesai, pemerintah sepertinya tidak peduli dengan nasib masyarakat di desa kami," katanya.(rls)
Post a Comment